Selasa, 04 Januari 2011

Jeruk Cina: Awas Racun dan Bahan Kimia Berbahaya!

Jeruk Cina memang sangat menarik. Warnanya kuning cerah mulus dan licin. Berbeda dengan jeruk lokal yang warnanya belang hijau, kuning, bahkan coklat. Tak jarang Jeruk Cina dibungkus plastik satu demi satu dan diberi merk agar lebih menarik.


Tapi jangan keliru. Jeruk Cina belum tentu lebih baik daripada Jeruk Lokal seperti Jeruk Medan atau Jeruk Pontianak. Adik ipar saya  yang berkewarga-negaraan Jepang saat ditawari Jeruk Cina tidak mau makan sama sekali. Padahal dia makan buah salak yang ada di piring yang sama. Alasannya di Jepang, penduduk di Jepang sudah tidak mau makan Jeruk Cina karena mengandung banyak bahan kimia sehingga warnanya begitu bersih dan menarik.


Sebelumnya saya dan ipar saya yang lain juga saat makan Jeruk Cina merasa aneh. Jeruknya tidak manis dan tidak kecut (walau ada yang manis dan ada yang kecut), tapi kok tidak berair sama sekali? Kami curiga jika jeruk tersebut disuntik.


Di satu Blog Singapura, seorang Blogger, Terry khawatir karena pemerintah Shanghai melarang penjual Jeruk di Cina yang memakai pewarna beracun untuk mewarnai jeruknya. Dia khawatir jeruk seperti itu sampai di Singapura. Tak heran jika warna Jeruk Cina begitu kuning mulus dan terang/menarik.


Sementara Dinkes Cilegon menemukan kandungan Formalin yang bisa menimbulkan kanker pada Jeruk Impor asal Cina. Tak heran jika Jeruk Cina yang telah menempuh perjalanan laut selama 2 minggu ke Indonesia, masih belum busuk meski dipajang selama 3 minggu. Alias tidak busuk meski sudah 5 minggu lebih. Sementara Jeruk Lokal seminggu sudah busuk.


Itu karena Jeruk Cina sudah memakai bahan pengawet kimia seperti Formalin sehingga jadi tahan lama. Sementara Jeruk Lokal lebih alami.


Terus terang soal teknologi/kimia bangsa Cina memang jago-jago. Untuk mainan atau barang elektronik, mereka sudah mengungguli AS. Tapi soal makanan/buah, kecerdasan mereka patut kita waspadai mengingat sebelumnya mereka juga pernah mencampur zat melamine yang berbahaya pada susu sehingga bisa didapat susu yang murah. Mereka bahkan bisa membuat anggur, tahu, dan telur palsu dari bahan kimia yang berbahaya. Telur palsu buatan mereka harganya 1/10 dari harga telur asli! Dan tampilan serta rasa nyaris tidak beda dengan telur asli:



Kita makan buah seperti jeruk tentu karena ingin memakan sesuatu yang alami. Bukan sesuatu yang sudah tercampur bahan kimia seperti zat pewarna atau pun pengawet formalin.


Posted on 30 Dec 2010
China bans toxic 'dyed' oranges: Are those in S'pore safe to eat?


STOMPer Terry was worried after Shanghai authorities banned vendors from selling oranges found to be dyed with toxic colouring. Dyed oranges have also made their way to Singapore fruit stalls, he says.


In November, STOMPer hai pai tian xin alerted readers to some oranges he found at the supermarket. He had commented that these oranges were sticky to touch and their colour could be washed off in water.


Shanghai authorities ordered fruit vendors to stop selling oranges allegedly dyed with a toxic wax this month.


According to reports, the oranges were called in for testing after consumers complained of skin turning red after coming in contact with oranges.


Terry now wonders how these oranges managed to make their way into Singapore and their sale was allowed.


The STOMPer says:


"I refer to the report earlier this month, regarding the dyed oranges from China that are toxic and harmful to human consumption.


"I remembered Stomp reported on dyed oranges from China sold in major supermarkets in Singapore.


"I am wondering how come the relevant authority still allowed such oranges to be sold here".


http://club.stomp.com.sg/stomp/sgseen/what_bugs_me/523982/china_bans_toxic_dyed_oranges_are_those_in_spore_safe_to_eat.html


Colour on oranges washes off with water: Is dye safe?
http://club.stomp.com.sg/stomp/sgseen/what_bugs_me/501066/sticky_oranges_bought_from_supermarket_come_out_colour_is_paint.html



JERUK IMPOR ASAL CHINA TEMBUS PASAR LUWUK
Rabu, 02 Desember 2009 08:02


Luwuk, Sulteng, 2/12 (ANTARA) - Jeruk produk pertanian asal China kini telah memasuki pasar buah tradisional di Luwuk, Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah (Sulteng).
Jeruk dengan tekstur kuning terang itu merambah pasar Luwuk sejak sebulan terakhir. Jeruk itu tampak dijual di pasar tradisional Simpong dengan tumpukan jeruk pada belasan lapak kaki lima.
"Sudah sebulan ini saya jual jeruk China. Rasanya lebih manis dan tahan lama," kata seorang pedagang jeruk di Pasar Simpong,Irwan Rabu.
Pedagang buah di pasar Simpong mengatakan, jeruk China tidak mudah busuk dan warnanya tidak berubah walau dipajang selama tiga pekan.
"Warnanya tidak berubah. Padahal sudah dua minggu dikirim dari Makassar," kata Irwan.
Jeruk China dijual dengan harga Rp25 ribu perkilogram. Walau tergolong mahal, pembeli jeruk China tetap tinggi atau banyak . Beberapa pedagang mengatakan dapat menjual hingga 10 kilogram perhari.
"Kalau lagi ramai bisa sampai 10 kilogram," kata penjual buah di pasar malam, Irma .
Pedagang buah di Luwuk mendapatkan jeruk Cina dari distributor di Makassar Sulawwsi Selatan. Pedagang yang lain mendapatkan langsung dari Surabaya melalui pengiriman kapal milik PT. Pelni.
Sedangkan jeruk Lokal dijual seharga Rp6.000 perkilogram. Jeruk lokal walau rasanya manis tapi cepat membusuk sehingga pedagang buah kerap rugi.
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail-terkini.php?id=24069



Jeruk Impor Asal Cina Berformalin
Selasa, 02 Juni 2009
CILEGON- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, menemukan buah jeruk asal negara Cina mengandung formalin. Hal itu diketahui dari hasil uji Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Serang terhadap kulit dan isi jeruk. "Dari hasil pemeriksaan di Labkesda Serang, jeruk tersebut positif mengandung bahan kimia formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia," kata Kepala Seksi Pengawasan Obat dan Makanan Dinkes Kota Cilegon, Arti Juwita, Senin (1/6).


Bahan kimia formalin, kata dia, apabila dikonsumsi akan menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan, seperti kanker, pengecilan organ tubuh, kerusakan saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=11805&Itemid=34


Setelah Anggur, Tahu Palsu, China Kini Miliki Telur Palsu
Rabu, 5 Januari 2011 - 11:33 wib
Fajar Nugraha - Okezone


BEIJING - China membuka tahun baru ini dengan masalah keamanan pada produk makanan yang sepertinya sulit untuk diatasi. Setelah rangkaian makanan beracun, kini Pemerintah China dipusingkan dengan beredarnya telur palsu.


Masalah makanan palsu yang beredar memang terus membuat pihak badan pengawas makanan China merasa terganggu. Setelah beredarnya anggur palsu, jamur yang mengandung deterjen hingga tahu palsu, Negeri Tirai Bambu itu terus diwarnai skandal makanan beberapa pekan terakhir.


Beredarnya makanan palsu ini terkuak setelah susu mengandung melamin diketahui beredar di China. Kasus yang terkuat pada tahun 2008 lalu, menyebabkan enam bayi tewas dan 300 ribu lainnya menderita sakit keras. Demikian diberitakan The Straits Times, Rabu (5/1/2011).


Skandal terbaru yang tengah marak di Negeri Panda itu saat ini adalah beredarnya telur palsu. Stasiun televisi nasional China (CCTV) bahkan menguak fakta dibalik pembuatan telur palsu tersebut. Semua urutan pembuatan ini amat berbahaya, karena dibuat dengan menggunakan bahan kimia mematikan.


Hal ini diketahui setelah adanya laporan beredarnya keping dvd yang menyediakan cara membuat telur palsu. Telur-telur berbahaya ini dijual di masyarakat dengan harga yang jauh lebih murah.
http://international.okezone.com/read/2011/01/05/18/410614/setelah-anggur-tahu-palsu-china-kini-miliki-telur-palsu


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2582401


China's Artificial Foods Spotlighted in Korea
'You can hardly taste the difference!'
By Cui Yingshu
The Epoch Times
Sep 11, 2007


Recently, China's artificial products have been under the spotlight in Korea. Several mainstream Korean media have reported on the process of making artificial eggs in China, which has stirred up panic and caused great concern among Koreans.

On September 1 and 2, the Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) did a documentary titled "Life without products made in China." The show followed the daily lives of three families in South Korea, the US, and Japan who refused to use products made in China. It also talked about rampant artificial eggs products in Chinese markets, catching the interest of the Korean public.

Following the show, Korea's number one newspaper Chosun Ilbo, published an article titled "MBC Special exposes artificial eggs made in China," reporting in detail how the artificial eggs were made.

The Dong-A Ilbo, another Korean newspaper, also published a report titled "Artificial eggs from China made of chemicals appear on the market" on August 14, 2007.

One-Tenth the Cost

According to the report from The Chosun Ilbo, due to the sharp increase in food prices in China, artificial eggs, made only from chemicals with no natural ingredients have appeared in Zhengzhou City, Henan Province.

Mr. Wang, who runs a company that makes food additives, described how artificial eggs were made. "The 'egg white' is made by dissolving sodium alginate in water. It appears to be a transparent viscous liquid and it's hard to distinguish it from real egg white.

"The 'egg yolk' is made by scooping up a liquid with yellow pigment and solidifying the scoop of liquid in a calcium chloride solution. In the end, the 'egg white' and 'egg yolks' are sealed into 'egg shells' made of calcium carbonate.

"If one adds starch or egg yolk powder to the 'egg yolk,' the texture of a artificial egg after it's cooked is almost identical to real eggs."

Wang said it costs only 0.55 yuan (US$0.07) to make more than 2 lbs. of eggs, less than one-tenth the price of real eggs on the market (US$0.8.)

The main ingredients in the artificial eggs are food additives, resin, starch, solidifier, and pigments. Over consumption will damage the stomach and cause symptoms such as loss of memory and mental retardation, etc.
http://en.epochtimes.com/news/7-9-11/59598.html

1 komentar:

  1. Jeruk santang yang menarik, sejak dulu saya tidak mau memakannya. Saya curiga dengan keawetan dan manisnya, kelihatan tidak alami. Begitu juga dengan pir, apel, maupun anggur. Saya lebih memilih dondong, belimbing, rambutan, ataupun sirsak.

    BalasHapus