Maaf kalau main larang, bisa menimbulkan antipati dari jutaan pemilik kendaraan pribadi.
Sebaliknya justru kemacetan yang parah itu akan membuat pemilik kendaraan pribadi malas naik mobil pribadi. Bayangkan bensin dan waktu yg terbuang.
Tinggal bagaimana pemerintah membuat angkutan umum massal yang terjangkau, nyaman, dan aman yang tidak macet sebagaimana Busway atau mengambil alih jalur tengah jalan tol sebagai jalur trem/railbus.
Buat jalur Busway itu benar2 steril. Jika perlu, pemisahnya (separator Busway) yang tingginya saat ini cuma 20 cm atau kurang dibuat jadi 40 cm. Kemudian celah-celah yang memungkinkan motor lewat situ, ditutup rapat.
Saat ini Busway belum ada tiap 5 menit. Bahkan ada yang 20 menit belum datang juga. begitu pula bis-bis umum seperti 57 jurusan Pulo Gadung-Blok M. Pernah 1 bis terlalu penuh hingga ke pintu dan orang tidak bisa naik lagi. Kondekturnya pun tidak mau berhenti karena terlalu penuh. Ternyata Bis selanjutnya 26 menit lebih baru ada. Harusnya setiap 10 menit ada.
[caption id="attachment_3953" align="alignright" width="320"] Kereta Api Penuh Berdesakan[/caption]
Untuk itu idealnya setiap jurusan Bis itu mensubsidi silang penumpangnya. Tiap 20 menit misalnya ada Bis biasa dengan tarif Rp 2000. Tiap 30 menit ada Bis AC Ekonomi dengan tarif Rp 4000. Tiap 60 menit, ada Bis Eksekutif dengan tarif Rp 10.000. Jadi kalau untuk 1 jurusan perlu 120 menit pulang-pergi, ada 12 Bis yang melayani. Setiap 10 menit selalu ada bis.
Dengan tarif yang bervariasi dari Rp 2000, Rp 4.000, dan Rp 10.000, diharapkan penumpang yang kaya mensubsidi penumpang yang miskin. Sebaliknya, jika pada AC Ekonomi penumpang bisa berdiri berdesakan tapi adem, di Bis Eksekutif, para penumpang bisa duduk dengan nyaman.
Untuk Kereta Api Jabodetabek juga begitu. Tarif bisa dibuat jadi Rp 2000, Rp 5.000, dan Rp 20.000.
Kalau perlu, jika ada 3 jalur dan 1 jalur dipakai buat Busway, bisa saja 1 jalur lagi di tengah dipakai sebagai jalur Bis umum. Para pengemudi kendaraan pribadi hanya bisa di jalur lambat.
Kalau angkutan umumnya nyaman dan tidak desak2an, niscaya semakin parah macetnya, warga akan memilih naik angkutan umum. Tapi selama angkutan umum tidak nyaman dan aman, warga lebih rela bermacet2.
Sebelum membuat kebijakan, ada baiknya para pejabat dan seluruh PNS seminggu sekali naik angkutan umum. Jadi tahu bagaimana rasanya dan tahu apa saja yang harus diperbaiki.
http://news.detik.com/read/2012/12/10/050520/2113575/10/komisi-perhubungan-dpr-dukung-sistem-nopol-ganjil-genap-di-dki?9911012
Tergesernya perumahan ke daerah pinggiran (Cibubur, Depok, Bekasi, Bintaro, dsb) karena diambil alih-oleh tempat bisnis-usaha membuat pemakaian jalan per kapita/hari semakin panjang. Kalau dulu dari rumah ke tempat kerja PP paling cuma 10km/orang/hari, sekarang bisa 80 km/orang/hari. Ini jelas membuat jalan 8x lebih sesak.
Hal ini bisa diatasi dengan membatasi rumah yang luasnya di atas 200 m2. Misalkan rumah dgn luas 200 m2 ke bawah Pajak PBB cukup 100% (normal). Rumah dgn luas 201-400 m2 PBB 150%. Rumah dengan luas 400 m2-800 m2 PBB 200%. Lebih dari itu 500%.
Tempat usaha agar tidak mengambil-alih perumahan pajaknya harus lebih tinggi daripada perumahan. Untuk Rukan (Rumah Kantor) dan Ruko (Rumah Toko) yang masih didiampi para pemiliknya, PBB cukup 100%. Tapi jika murni tempat usaha, 2-4x lipat daripada PBB perumahan.
Kenaikan pajak dari PBB ini hendaknya dibuat untuk membangun Rusunawa Murah di pusat-pusat kota. Sehingga jika jarak tempat kerja dengan tempat tinggal cuma 500 m atau kurang, pekerja bisa jalan kaki atau bersepeda saja. Hemat energi, tidak polusi, dan bebas macet.
Agar warga malas memakai mobil pribadi, jangan dilarang. Tapi pakai kebijakan yang membuat mereka enggan memakai mobil pribadi. Misalnya pajak STNK bisa dinaikkan jadi 50%. Pajak untuk kendaraan ke 2 besarnya 200%. Pajak untuk kendaraan ke3 besarnya 400%. Begitu seterusnya jadi berlipat 2.
Parkir pun dinaikkan tarifnya sehingga sama dengan negara tetangga seperti Malaysia. Misalnya jadi Rp 4000-5000/jam.
Dari situ anggaran pemerintah bertambah. Uangnya bisa dipakai untuk memperlebar jalan dan menambah jalan baru. Bagaimana pun juga dengan pertambahan penduduk memang jalan-jalan juga harus ditambah. Jalan yang terlalu sempit, harus diperlebar.
Antrian pembayaran jalan tol adalah sumber kemacetan. Begitu Meneg BUMN Dahlan Iskan menggratiskannya, langsung lancar. Sayang cuma 1 x saja. Nah jalan tol di dalam kota, usahakan tidak usah bayar. Kalau pun bayar, lakukan di pintu ke luar. Sehingga kemacetan terjadi di dalam jalan tol. Bukan di luar jalan tol.
Hati2 membuat kebijakan agar tidak blunder dan membuat marah warga.
http://infoindonesia.wordpress.com/2007/11/08/sumber-kemacetan-di-jakarta/
[polldaddy poll=6759704]
http://varisphere.blogspot.com/2010/08/sauna-harga-ekonomis-pijat-seluruh.html
kuk pada gak ngeri yah pada naek kereta di atas gitu
BalasHapusTerpaksa mas. Daripada angkutan lain dari Bogor-Jakarta macet atau lebih mahal (bisa Rp 7000 sekali jalan).
BalasHapusYang di atas itu bayar juga kok. Sebab di pintu keluar karcis diperiksa dan denda Rp 50 ribu kalau tak ada karcisnya.