Minggu, 01 Agustus 2010

Laporan Muslim Teknopreneur Fair 2010



Alhamdulillah pertemuan Muslim Teknopreneur Fair 2010 berjalan dengan lancar. Acara diadakan pada tanggal 1 Agusuts 2010 dari jam 8:00-14:00 di Hostel Pradana di jalan Margasatwa Pasar Minggu dan dihadiri sekitar 60 peserta. Acara ini didukung oleh MIFTA, Teknosoft, Alurkria, Nurul Fikri Computer (NFC) , Ocentrum , Rainer Server, Totalindo , Flexi, Mosque Life (ML), LagiMurah.com, Awakami, dan CINOX.


Para pebisnis IT Muslim membagikan ilmu dan pengalamannya kepada peserta lainnya. Di antaranya adalah  Lukman Rosyidi - Direktur Nurul Fikri Computer,  Asih Subagyo - Direktur PT Totalindo Rekayasa Telematika,  Iim Rusyamsi – Owner DokterKomputer.com dan juga presiden TDA (TanganDiAtas), dan  Prihantoosa Soepradja – PT Sajadah Teknosoft Media dengan Moderator Deddy Rahman.



Acara dimulai dengan doa oleh moderator, pak Yoga. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Umum MIFTA, Agus Nizami yang berharap agar dalam silaturrahim dan ukhuwah Islamiyah juga terwujud sinergi bisnis di antara ummat Islam khususnya para Muslim IT. Kemudian para panelis berbagi ilmu dan pengalaman praktis mereka dalam dunia bisnis.


Di antara dari pengalaman para pebisnis tersebut adalah umumnya mereka memulai bisnis dengan "Palugada". aPA LU mau GuA aDA. Akhirnya justru perusahaan tidak berkembang dan merugi.



Akhirnya mereka berinisiatif untuk fokus pada 1-2 bidang saja sebagai core businessnya. Sehingga bisa fokus untuk jadi yang terbaik di bidangnya. Jika tidak fokus, maka sulit untuk jadi yang terbaik.


Dengan fokus, akhirnya perusahaan pak Asih, Totalindo,  bisa menembus Malaysia,  Brunei, Slovakia, bahkan Uzbekistan.



Dalam memulai bisnis, kadang orang dekat seperti ibu meragukan kemampuan kita untuk berwira-usaha. Bagi seorang pebisnis, itu tidak membuat mundur mereka.


Tidak ada istilah kesulitan modal sehingga berharap modal dari pihak Bank yang sulit didapat. Pak Iim menyarankan pakai modal sendiri. Jika kurang, pinjam ke IMF. Yaitu Istri, Mertua, dan Famili (Keluarga).



Efisiensi seperti menyewa kantor virtual di BNI lantai 45 dengan nomor khusus yang menyambung ke perusahaan pun dilakukan. Untuk bertemu, bisa dilakukan perjanjian kemudian bertemu di situ. Ketika klien langsung datang dan ternyata tidak ada pak Iim, sekretaris kantor virtual tersebut menyatakan bahwa bapak ada di tempat lain.



Ketika perusahaan terpuruk, seorang enterpreuner harus berani memulai dari bawah seperti pak Toosa yang pernah menarik-narik kabel network sendiri. Intinya, seorang entrepreneur harus siap mengerjakan semuanya demi kepuasan pelanggan. Meski harus merugi.


Lukman Rosyidi - Direktur Nurul Fikri Computer - menyampaikan 3 pondasi dalam berbisnis dan segala aktifitas kita dalam menjemput rizki. Ketiga pondasi yang digunakan oleh lembaga Nurul Fikri hampir selama 24 tahun ini terdiri dari:


1. Value distribution (nasyrul fikrah),

2. Self empowerment (tanmiyatul kafa’ah) dan

3. Asset productivity (kasbul ma’isyah).

Selain itu pak Asih Subagyo mengusulkan adanya sistem Mentor. Di mana peserta yang ingin jadi pebisnis, bisa belajar pada Panelis yang sudah sukses dalam bisnis. Insya Allah ini sejalan dengan visi MIFTA.



Sementara pak Toosa dari Teknosoft setelah "ditodong" menawarkan TSOSE (Teknosoft School Of Software Engineer) di mana para peserta bisa belajar pemrograman seperti PHP dengan membayar. Dalam 1-2 bulan, mereka diberi proyek untuk dikerjakan sehingga akhirnya mereka mendapat bayaran.


Pak Iim juga mengkhawatirkan akan membanjirnya lulusan IT di mana satu kampus saja bisa menghasilkan 9.000 lulusan IT per tahun. Jika mereka semua mencari kerja tanpa ada yang berusaha membuat usaha yang dapat membuka lapangan pekerjaan, maka ini akan berbahaya. Pengangguran bisa merajalela.


Pak Asih menyatakan bahwa untuk dapat makmur, satu negara minimal punya 2% dari rakyatnya yang jadi entrepreneur sehingga bisa membuka lapangan kerja bagi rakyat lainnya. Jumlah entrepreneur di AS sebanyak 13% dari total jumlah penduduk, Singapura 7%, dan Malaysia 3,5%. Namun Indonesia cuma punya kurang dari 1% dari penduduknya yang jadi entreprenur.



Ini karena kampus kita umumnya mendidik mahasiswa untuk menjadi pekerja. Bukan pengusaha.


Selain itu pemerintah seperti di Malaysia juga menyediakan modal bagi UKM sehingga rakyatnya tidak kesulitan untuk mencari modal.


Untuk itulah para panelis menawarkan diri untuk jadi mentor bagi peserta yang berminat untuk menjadi pengusaha. Insya Allah ini akan dicoba untuk ditindak-lanjuti dengan sebaik-baiknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar