Senin, 10 Mei 2010

Ayahku

Ayah saya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tepatnya dulu bekerja di Depnakertrans. Namanya Drs. H. Ahmad Ridwan Syarkawie.


Beliau adalah orang yang relijius. Kami biasa shalat Maghrib dan Isya Berjama'ah. Ba'da maghrib belajar mengaji dan ilmu agama lainnya. Sering beliau berceramah berbagai hal tentang Islam untuk keluarga.


Saat bulan Ramadhan, kami tarawih bersama. Tak jarang beberapa tetangga ikut shalat berjama'ah. Meski dulu belum ada/musim yang namanya kultum, namun beliau sehabis Tarawih selalu memberikan ceramah sekitar 20 menit. Alhamdulillah ceramahnya cukup mengasyikkan sehingga itu yang membuat tetangga di sekitar ikut shalat bersama kami.


Pernah juga saat di Kalimantan Selatan, ayah saya jadi anggota DPRD. Sebagai anggota DPRD, ayah saya betul-betul merasa jadi wakil rakyat. Betul-betul mewakili rakyatnya. Sehingga saat harga satu barang kebutuhan rakyat naik, beliau protes sehingga berhadapan dengan Gubernur Kalsel di tahun 1970-an. Saya wakil rakyat jadi harus membela rakyat, begitu kata ayah saya. Setelah itu ayah saya tidak pernah lagi jadi anggota DPRD atau terjun di politik. Apalagi saat rapat, ketika itu meski adzan, namun tidak ada break untuk shalat.


Beda dengan stereotipe masyarakat tentang PNS yang cenderung malas, mata duitan, dan tidak peduli dengan rakyat, ayah saya tidak begitu.


Maaf, saya menulis ini bukan karena anaknya. Tapi karena pengalaman membuktikan begitu.


Sering TKI/TKW yang bermasalah, terutama dari Banjar, mengadu ke Bapak saya. Permasalahannya macam-macam. Umumnya mereka ditipu oleh PJTKI tempat mereka mendaftar sehingga tidak berangkat-berangkat. Bahkan ada yang bertahun-tahun tidak berangkat seperti Murjani dan Wahyu sehingga mereka ditampung di rumah bapak saya. Ayah saya sama sekali tidak memintai mereka uang. Justru menampung mereka dan menyediakan makan untuk mereka.


Bapak saya juga mencari alternatif PJTKI yang bagus sehingga akhirnya mereka bisa berangkat kerja ke Arab.


Tak jarang saat TKW minta tolong dari penampungan, ayah saya segera membantu meski harus berhadapan dengan satpam perusahaan tersebut. Pernah kami sekeluarga pergi ke satu PJTKI di Condet untuk "membebaskan" TKW tersebut.


Ayah saya orangnya Husnu Zhon. Suka bersangka baik meski tidak jarang tertipu oleh beberapa penipu yang memanfaatkan kebaikan ayah saya. Saat menanam modal dan tidak pernah dibagi keuntungan, ayah saya tidak pernah memprotesnya. Jika ada temannya yang kesulitan, tak segan-segan dia menolong meski keluarga kami sebetulnya pas-pasan.


Terhadap anak yatim piatu pun beliau begitu perhatian. Di Cawang, ada saudara kami, Pak Saleh yang membuka warung di situ. Pak Saleh menampung seorang anak perempuan berumur sekitar 5 tahun (saat itu). Setiap ayah saya berkunjung, anak itu senang sekali seolah-olah ayah saya merupakan Bapaknya. Mungkin karena ayah saya ramah dan suka memberi perhatian, maka anak yatim-piatu itu jadi senang dengan ayah saya.


Begitulah sekilas gambaran tentang ayah saya.

2 komentar:

  1. wa'alaikum salam wr wb,
    salam kenal juga pak Dedhy.
    Barusan bersilaturrahim ke blog anda.
    Alhamdulillah bagus.
    Wassalam

    BalasHapus